Pelaksanaan Kurikulum 2013
SEHUBUNGAN dengan
pelaksanaan Kurikulum 2013, satu masalah yang sangat serius dihadapi di
sekolah adalah mewujudkan pola belajar-mengajar yang membuat siswa aktif
bertanya dan guru dilarang berceramah terlebih dahulu. Ini terutama
pada awal tatap muka di kelas: siswa harus bertanya dulu, lalu
ditanggapi siswa lain atau guru. Keluhan paling umum, termasuk dalam
beberapa kali pendidikan dan pelatihan berhubungan dengan implementasi
Kurikulum 2013 yang saya ikuti, adalah ruang kelas jadi sunyi.
Bermenit-menit waktu berlalu dan terbuang sia-sia, tak ada siswa
bertanya. Meski berkali-kali guru minta siswa mengajukan masalah apa pun
yang berhubungan dengan pelajaran atau materi tertentu, tetap saja
mereka diam. Sunyi!
Kadang-kadang satu-dua siswa terpaksa
bertanya, tetapi tetap tidak berlanjut pada semua siswa aktif bertanya
jawab. Guru tak mungkin membiarkan kelas sunyi dalam sehari itu.
Akhirnya ada guru yang memilih kembali ke model konvensional: banyak
ceramah, menyebarkan lembar kerja siswa, atau kegiatan lain. Yang
penting di kelas tetap ada aktivitas.
4×6 atau 6×4?
Di sebuah SD di Jawa Tengah.
Habibi merasa galau. Bocah kelas II SD
itu sedih lantaran PR matematikanya dicoret-coret dengan tinta merah
oleh gurunya. Skor yang dia peroleh hanya 20. Habibi belum paham benar
dengan soal-soal yang bikin dia mumet. Untunglah, dia punya kakak,
Muhammad Erfas Maulana, mahasiswa teknik mesin, yang siap mengajari
dengan sabar dan telaten. Habibi percaya diri dengan jawaban sang kakak.
Tapi, mengapa ternyata jawaban kakaknya dinilai salah oleh gurunya?
Soal itu berbunyi 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4
=…. Habibi menjawab 4 x 6 = 24. Rupanya, jawaban itu dianggap ’’salah
total’’. Sebab, jawaban yang benar adalah 6 x 4 = 24.
Kurikulum 2013, Naif Pusat
BELAKANGAN ramai
diperbincangkan pelaksanaan Kurikulum 2013. Kurikulum ini diharapkan
akan memajukan pendidikan Indonesia ke depan dengan metode yang amat
mengandalkan keaktifan peserta didik, daya nalar, dan kemampuan
komunikasi.
Namun, penerapannya sejak awal banyak
mendapat sorotan miring dan keluh kesah dari berbagai pihak. Apalagi,
elemen pendukungnya, yakni buku-buku yang diwajibkan untuk dibaca oleh
peserta didik, tidak seragam antardaerah dan bahkan antarsekolah.
Tata-kelola
Dari pedoman pelaksanaan Kurikulum
2013, pemerintah memfasilitasi pengadaan buku ajar kurikulum tersebut
melalui tender di pusat dibuka secara terbuka (open bidding).
Kantor Pos dan Distribusi Buku Ajar
Inilah solusi Wakil Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim untuk
menyelesaikan urusan distribusi buku ajar Kurikulum 2013 (K-13): gandeng
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Kementerian Dalam Negeri,
dan Kementerian Keuangan.
Sekilas ini terlihat seperti solusi
yang komprehensif, tapi justru tidak menyelesaikan masalah. Pangkal soal
distribusi buku ajar adalah rantai pengiriman barang. Mestinya hal
pertama yang dilakukan pemerintah setelah perusahaan percetakan
menyelesaikan tugasnya adalah menunjuk lembaga yang kompeten dalam
menyebarkan buku di seluruh wilayah Indonesia.
Sandera Kurikulum 2013
PEMERINTAHAN Joko
Widodo-Jusuf Kalla sudah pasti akan tersandera dengan Kurikulum 2013.
Pernyataan Hasto Kristiyanto, Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, yang tidak
berencana mengganti Kurikulum 2013 (Kompas, 10/9) merupakan indikator
yang menegaskan bahwa pemerintahan Jokowi-JK tak akan mampu melawan arus
salah kaprah dalam implementasi Kurikulum 2013.
Ada skenario untuk mengarahkan isu
persoalan Kurikulum 2013 menjadi sekadar persoalan teknis, ekonomis, dan
politis sehingga betapapun karut-marutnya implementasi Kurikulum 2013,
apa yang sudah dimulai harus tetap dilaksanakan.
Ironi Terlambat dalam Pendidikan
TERLAMBAT itu tidak baik, meski demikian banyak terjadi. Dalam dunia pendidikan, terlambat punya kisah unik sekaligus ironis.
Terlambat datang ke sekolah adalah
pengalaman tak enak. Apa pun alasan keterlambatan yang disampaikan,
siswa selalu terkena sanksi. Sanksi diberikan atas dalih pembinaan dan
pendidikan. Keterlambatan dipandang tindakan melanggar norma dan
ketentuan sekolah.
Hal berbeda apabila yang terlambat
para guru atau dosen di perguruan tinggi. Murid atau mahasiswa
seringkali harus memaklumi dan menerima keterlambatan mereka. Apalagi
kalau guru atau dosen itu tergolong orang penting atau merasa orang
penting. Acapkali tak ada sanksi untuk guru atau dosen yang terlambat.
Dulu, sebagai mahasiswa, penulis
seringkali harus menunggu kehadiran dosen sampai waktu kuliah nyaris
usai. Ketika sang dosen datang, bukannya meminta maaf, beliau justru
sibuk pembelaan diri.
Pendidikan Miskin Imajinasi
Semua kemajuan sains dan
teknologi supercanggih yang membuat kita kagum dan tercengang semula
berawal dari kekuatan imajinasi manusia. Adalah Christopher Columbus
(1451-1506) yang menggemparkan penduduk Eropa setelah berhasil mendarat
di Pulau Bahama (1492) karena keberanian berimajinasi untuk menaklukkan
lautan lepas yang semula tak terbayangkan.
Penduduk Eropa pun gempar dan mulai
membayangkan adanya dunia baru untuk dijelajahi yang pada urutannya
dunia baru itu bernama Amerika. Ini benar-benar menjanjikan kehidupan
baru yang lebih bebas ketimbang Eropa. Begitu pun Thomas Alva Edison
(1847-1931) yang selalu mendapatkan nilai buruk di sekolah sehingga
ibunya mengajar sendiri di rumah. Karena kekuatan imajinasinya dan
selalu ingin mencoba hal-hal yang baru, ia dikenal sebagai pemegang
rekor 1.093 hak paten atas namanya. Yang paling fenomenal dan historikal
adalah penemuan lampu listrik.
Potret Guru Indonesia
PENELITI R Murray Thomas pernah berkontribusi melakukan penelitian pendidikan dari perspektif sosio-antropologis, yaitu The Prestige of Teachers in Indonesia”(1962). Kesimpulannya: guru Indonesia pada saat itu merupakan role model, panutan, istimewa yang memiliki pengaruh besar di masyarakat.
Penelitian Thomas diuji kembali oleh
Misbach (2013) untuk melihat apakah guru masih jadi panutan bagi siswa
sepanjang dekade tahun 2000-2013? Sejak Ujian Nasional (UN) menjadi
penentu kelulusan, 2004-2013, terjadi peningkatan jumlah oknum guru
melakukan contek massal: lebih dari 1.300 kasus.
Jangan Mempermainkan Pendidikan
Menjelang pembentukan
kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla tercetus aneka ide spekulatif tentang
berbagai bidang kehidupan. Sejauh menyinggung pendidikan, ada kehendak
memecah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berdasarkan pertimbangan
tertentu.
Mengenai kehendak itu, izinkan saya
mengingatkan: wahai, jangan main-main dengan pendidikan. Melalui
pendidikan, yang kita pertaruhkan adalah masa depan Indonesia melalui
ketepatan fungsionalisasi pembangunan jiwa dan badan anak-anak kita.
Jangan jadikan mereka kelinci percobaan aneka ide politis bertopeng
pedagogis. Risikonya terlalu besar, bahkan fatal, bagi eksistensi
negara-bangsa kita.
Meniadakan Persekolahan
TULISAN Radhar Panca
Dahana, Iwan Pranoto, dan Mohammad Abduhzen, baru-baru ini, di harian
ini, penting dicermati pemerintahan mendatang. Radhar mengusulkan
pengajaran untuk menggantikan pendidikan, sementara Iwan menekankan
belajar. Adapun Abduhzen mengusulkan agenda perubahan fundamental dan
struktural yang gradual.
Radhar mulai mempertanyakan persekolahan sebagai produk oksidental,
sementara Iwan tampak masih percaya pada persekolahan. Adapun Abduhzen
kurang jelas agenda perubahan struktur yang dimaksudkannya, terutama
mengenai persekolahan sebagai sistem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar